Minggu, 11 Desember 2011

Amankah Konsumsi Teh yang Ditambah Gula atau Susu?

Siapa yang tidak kenal dengan minuman yang satu ini. Teh, minuman sejuta umat. Bisa dikonsumsi oleh siapa saja, tua muda, kaya miskin semuanya BISA. Ragam dan cara konsumsi teh saat ini juga sudah banyak, dari yang hangat sampai yang dingin. Tidak hanya sebagai munuman, teh juga dipercaya sebagai obat.

Namun, apa jadinya jika teh tanpa gula? rasanya pasti tawar. Bagi mereka yang memang suka konsumsi teh dengan gula tidak masalah. Hanya dalam hal banyaknya gula yang ditambahkan harus menjadi pertimbangan. Bagi yang mempunyai masalah dengan berat badan dan jantung serta insulin (diabetes), penggunaan gula harus dibatasi. Sebenarnya manfaat teh akan diperoleh secara optimal tanpa adanya penambahan pangan apa pun (gula atau susu). Namun ada sebagian orang yang kurang menyukai hal itu. 

Konsumsi gula sehari yang dianjurkan WHO sebanyak 12 sdt (48 gram) dalam diet 2200 kalori untuk kebutuhan normal. The American Heart Association merekomendasikan bahwa asupan tambahan gula seorang wanita tidak boleh lebih dari enam sendok teh sehari (100 kalori), untuk pria sembilan sendok teh (150 kalori) per hari. Gula bisa secara alami terkandung dalam makanan, terutama buah-buahan segar. Karena itu, sebenarnya Anda tidak memerlukan tambahan gula lagi. Gula yang Anda konsumsi akan dikonversi menjadi glukosa dalam darah, lalu memberikan Anda energi.

Jadi, konsumsi teh dengan tambahan gula harus memperhatikan ukuran yang telah dianjurkan agar kesehatan kita dapat terus terjaga. Sementara itu, penambahan susu pada minuman teh menurut hasil penelitian diketahui bahwa dapat menurunkan manfaat senyawa katekin yang berfungsi sebagai pencegah penyakit jantung. Senyawa katekin mampu memperbesar pembuluh darah sehingga aliran darah dalam tubuh berlangsung baik tanpa hambatan. Jika kemampuan katekin menurun akibat konsumsi susu bersama dengan teh, maka peluang untuk terserang penyakit jantung semakin besar. Hal ini yang membuktikan mengapa penduduk di Inggris yang konsumsi tehnya tinggi, angka penderita penyakit jantungnya juga tinggi. Karena sebagian besar konsumsi teh masyarakat Inggris ditambahkan dengan susu.

So, masih mau coba konsumsi teh+gula/susu? That's Your Choice.


Fighting Cancer: Anak yang Bertahan Hidup

Sesampai di rumah setelah sempat membakar kalori pagi tadi, rasa laparku tiba-tiba menyerang. Saat itu masih ada sisa lauk dan sayur kemarin sore. Tombol bertuliskan POWER pada remote kutekan, muncullah gambar program khas Minggu pagi. Ditemani dengan 2 potong kecil sambal goreng tahu dan sayur sop, aku melahap sarapan pagi sambil sesekali melihat ke arah TV dihadapanku. Lama, berkali-kali kutekan tombol mencari program yang menarik. Akhirnya ada satu program yang membuat berhenti menekan-nekan tombol remote.

Anak dengan kisaran umur 2-12 tahun telah divonis mengidap kanker stadium akhir. Terlihat kepala mereka yang tanpa rambut menggeleng-geleng ke sana kemari. Mereka tampak kelihatan sehat, namun dibalik keceriaan mereka tersembunyi sebuah penyakit yang bisa saja secara tiba-tiba merenggut kebahagiaan mereka. Maya Septha, menjadi malaikat bagi anak-anak itu. Meskipun ia tidak dapat memberikan kesembuhan bagi mereka, setidaknya Maya telah memberikan suatu kenangan yang bermakna bagi anak-anak tersebut. Kenangan yang mengajarkan mereka bahwa masih ada orang-orang yang sayang dan peduli kepada mereka. Yayasan Rumah Kita menjadi tempat harapan hidup bagi mereka. Tempat itu dibangun sebagai rumah singgah bagi  anak, para pengidap kanker yang berasal dari keluarga ekonomi ke bawah dan berdomisili di luar pulau Jawa.

Program tersebut ku ketahui belakangan berjudul "Dari Hati". Sebuah reality show yang menampilkan dedikasi para artis ibu kota terhadap kelompok yang membutuhkan uluran tangan. Selama ini, program tersebut hanya aku lihat di iklan beberapa kali saat menonton program di stasiun TV yang sama. Air mata benar-benar tak dapat dibendung, mengalir bagaikan air sungai menuju lautan, deras penuh haru. Setiap periode tertentu anak para pengidap kanker tersebut harus menjalani kemoterapi, jadi tidak aneh lagi ketika kepala mereka habis, tidak berambut. 

Berbagai jenis dan stadium kanker ada pada diri anak-anak pilihan itu. Mulai dari kanker mata, ginjal, darah, ovarium, sampai kanker paru-paru. Bahkan di akhir program tersebut dituliskan catatan, seorang anak perempuan berumur 2,5 tahun pengidap kanker mata stadium akhir telah kehilangan kedua matanya sebelum program tersebut ditayangkan. Sangat miris bukan? Lantas, coba kita renungkan sejenak. Kadang kita merasa bete atau tidak puas terhadap sesuatu. Kesehatan, materi, pendidikan semua itu sering terluput untuk disyukuri. Aku bersyukur, Tuhan masih sayang denganku karena mengingatkanku melalui tayangan ini untuk mensyukuri apa yang ada. Mensyukuri bukan berarti apatis dengan sesama dan berempati saja tapi hendaknya dibarengi dengan tindakan yang nyata. Maya Septha pun berkata, "jika ingin menolong sesama, jangan tunggu sampai kaya dulu, menolong bia dalam berbagai bentuk. Menolong berarti memberi apa yang menjadi kelebihan dan kemampuan kita ke orang lain dengan baik. Sehingga nantinya akan bermanfaat bagi kita dan orang lain tersebut.

Air mataku terus saja meleleh di ruangan yang cukup teduh itu. Mungkinkah ini rasa empatiku pada mereka, rasa yang secara spontan hadir dan menyesakkan dadaku.

Tuhan...sekali lagi Engkau telah memberikanku pelajaran hidup yang luar biasa hikmahnya. Semoga diri ini mampu menjadi bagian yang bermanfaat bagi mereka, hamba pilihanmu.

Kamis, 24 November 2011

Mereka dalam Ceritaku (Saya dan HIV)


Meskipun dunia ini sudah langka dengan orang-orang yang peduli terhadap sesama, bagi segelintir orang masih tetap bertahan memperjuangkan kepedulian mereka untuk orang lain. Berbagai isu kemanusiaan makin marak dengan kemunculan tragedi kemanusiaan yang diberitakan media. Mulai dari kelaparan, kemiskinan, kesehatan, keamanan, pendidikan, sampai kesejahteraan menjadi masalah yang seolah tak berujung. Akses kesehatan misalnya, saat ini menjadi isu terhangat karena banyak masyarakat dunia yang belum mampu memperoleh haknya akan itu.

Kemunculan sebuah penyakit baru 52 tahun silam di Afrika yang sampai saat ini belum ditemukan obatnya (baru-baru ini terdapat temuan mengenai obat penyakit tersebut), membuat para ahli kesehatan melakukan berbagai riset mengenai penyakit itu. Acquired Immunodeficiency Syndrome, lebih dikenal dengan AIDS merupakan penyakit yang menjangkiti sel-sel sistem kekebalan tubuh manusia (terutama CD4 positif T-sel dan macrophages– komponen-komponen utama sistem kekebalan sel), dan menghancurkan atau mengganggu fungsinya. Penyakit ini disebabkan oleh virus bernama Human Immunodeficiency Virus. Sehingga banyak yang menyebutnya sebagai HIV/AIDS. 

Namun menurut Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Indonesia menyebutkan bahwa istilah HIV digunakan bagi mereka yang belum mengalami tahap lanjut dan menimbulkan gejala-gejala untuk AIDS. Jadi, bila HIV tidak diobati maka akan menunjukkan tanda-tanda infeksi AIDS. Berdasarkan sejarah, masuknya HIV/AIDS ke Indonesia dimulai pada tahun 1987. Saat itu merupakan kasus pertama HIV di negara tersebut. Sudah hampir 25 tahun masyarakat Indonesia memerangi HIV/AIDS. Berbagai upaya dilakukan dalam rangka mencegah dan menanggulangi serta memberikan edukasi tentang HIV/AIDS. Komisi Penanggulangan AIDS (KPA), menjadi pelopor sekaligus lembaga resmi pemerintah Indonesia yang menangani masalah penyakit tersebut.

Entah karena banyak dari masyarakat yang sadar akan pentingnya tindakan kemanusiaan atau hanya ingin mencapai kepentingan tertentu, lembaga-lembaga sosial hasil produk di luar pemerintahan (LSM) semakin menjamur. Namun, tak jarang dari lembaga-lembaga tersebut hanya kedok belaka tanpa semata bertujuan untuk menolong. Fenomena lainnya, banyak juga dari lembaga-lembaga sosial yang memang sudah terdaftar dan memiliki izin beroperasi tetapi dalam kondisi antara hidup dan mati. Suntikan dana yang minim membuat lembaga tersebut kurang mampu mengoptimalkan kinerjanya.   

Padahal dengan adanya lembaga ini mampu menjadi wadah bagi para pekerja sosial yang masih peduli terhadap kemanusiaan, khususnya peduli kepada penderita/Odha HIV/AIDS. Bagi saya sendiri, kerja sosial merupakan hasil akumulasi antara batin, jiwa dan perasaan saya dalam menangkap fenomena sosial. Selanjutnya, otak akan mencerna itu apakah menjadi sesuatu yang perlu disentuh dengan nurani atau sebaliknya. Aksi terakhir dari kinerja otak adalah menerjemahkannya dalam kegiatan yang mampu memperlakukan manusia seperti manusia. “Orang sukses adalah orang yang dapat bermanfaat bagi orang lain”, kalimat itu yang selalu saya pegang dalam menjalani hidup ini. Mengapa?


Manusia, pada dasarnya adalah makhluk sosial. Ia membutuhkan orang lain dalam berbagai aktifitasnya sehari-hari. Adapun di masa-masa tertentu, manusia dapat bekerja sendiri. Namun, saya beranggapan itu pun merupakan dampak tidak langsung dari interaksi antara sesama manusia sebelumnya. Sehingga memang tidak dipungkiri kewajiban untuk menolong sesama. Tuhan menciptakan segala sesuatunya berpasangan, begitu pula manusia dan kehidupannya. Terdapat dua golongan manusia, manusia yang beruntung dan manusia yang belum beruntung. Manusia yang beruntung bisa memiliki kelebihan tertentu, umumnya dapat dilihat secara fisik. Sementara itu, manusia yang belum beruntung lebih terlihat memiliki kekurangan. Di sinilah mereka saling mengisi, antara yang beruntung dan yang belum beruntung. Ibarat kunci dan anak gembok yang saling melengkapi satu sama lain. Saya mencoba untuk memberikan sebagian keberuntungan yang dimiliki kepada orang lain meskipun saya merasa bukan orang yang selalu beruntung. Kehidupan kampus membuat saya menjadi individu yang senang berbagi. Banyak kegiatan kemanusiaan yang diselenggarakan oleh almamater tercinta, Institut Pertanian Bogor (IPB), tempat saya menemukan harta untuk berbagi dengan sesama. 

Cerita kemanusiaan saya berawal dari kunjungan ke Badan Narkotika Nasional (BNN) pada tahun 2008. Hadiah yang mampu mengubah pandangan saya sebagai individu muda yang masih labil. Kala itu, saya memutuskan untuk ikut bersama teman menjadi panitia acara tahunan Seminar Anti Narkoba sebagai tim Dana Usaha. Tugasnya adalah menghimpun dana kegiatan dari berbagai sumber yang dapat dipertanggung jawabkan. Bisa dibilang acara tersebut terselenggara dengan lancar dan sukses sehingga tersedia hadiah bagi panitia yang terlibat. Kami pun diberikan kesempatan untuk berkunjung ke BNN yang lokasinya dekat dengan Kampus IPB Darmaga (Lokasi BNN di Lido, Sukabumi). 

Sesampai di sana rombongan kami langsung dihadapkan dengan para mantan pecandu yang sedang mendapatkan rehabilitasi di BNN. Ada 1 orang mantan pecandu yang terinfeksi HIV dari 4 orang yang dihadirkan. Darinya, kisah pahit terurai. Kisah yang bagi saya sangat disayangkan terjadi pada gadis sebelia dia, AL (20). Di balik penampilan lugunya, ternyata banyak masalah yang menekan jiwanya hingga harus memakai produk haram itu dan akhirnya mengizinkan virus HIV menggerogoti tubuhnya. 

Awalnya saat rombongan kami mengetahui AL menderita HIV, ada perasaan khawatir yang tiba-tiba menyusup dan menjalari tubuh kami. Alih-alih menjauh karena takut tertular, kami semakin larut dalam cerita AL dan berempati akan penyakitnya. Setelah petugas BNN menjelaskan risiko tertular HIV melalui berbagai cara berikut dengan mitos HIV, akhirnya kami paham tidak ada penularan melalui udara dan sentuhan. Rasa canggung yang semula mengendalikan kami (dan AL juga) saat berkomunikasi dengan AL, hilang seketika. 

Badan Narkotika Nasional merupakan pusat rehabilitasi para pecandu narkoba yang rentan terhadap penyakit infeksi sehingga dalam perjalanannya BNN, begitu singkatannya, bekerja sama dengan Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) dalam mengatasi masalah HIV/AIDS para mantan pecandu narkoba. Kasus HIV/AIDS sering dikorelasikan dengan narkoba, apalagi bagi mereka yang menggunakan jarum suntuk narkoba. Di Indonesia, kasus HIV/AIDS yang disebabkan karena penggunaan jarum suntik narkoba pada periode 2003-2006 dilaporkan meningkat menjadi 26.26%. 

Mengutip dari data Kementrian Kesehatan, jumlah pengguna obat-obat terlarang di Indonesia terus meningkat terutama di kalangan remaja dan kelompok dewasa muda. Walaupun sebagian besar dari sekitar 1.3 – 2 juta pengguna NAPZA tidak menggunakan heroin atau suntikan, namun sebagian kecil melakukannya. Menurut estimasi Kemenkes pada tahun 2006 terdapat antara 191.000 sampai 248.000 penasun (pengguna napza suntikan) di Indonesia. Badan Narkotika Nasional (BNN) menunjuk kepada angka 508.000 pada tahun yang sama. Penasun masih terkonsentrasi di daerah perkotaan di Jawa dan kota-kota provinsi di luar Jawa. Hal ini sangat mengkhawatirkan karena penularan HIV di subpopulasi ini tinggi dan terus meningkat. Masalah menjadi semakin sulit sebelumnya karena ketidakpedulian akan bahaya tertular seperti ditunjukkan hasil survei perilaku tahun 2002 sekitar dua per tiga penasun yang menyatakan bahwa mereka tidak memiliki risiko terinfeksi juga menyatakan bahwa mereka telah menggunakan peralatan secara bersama-sama dalam minggu pada survei yang sama. 

Tak terasa jarum pendek dan panjang di jam tangan saya telah berhimpit menunjukkan jam 12.00 WIB. Tanda berakhirnya diskusi kami dengan para pecandu narkoba. Petugas keamanan BNN menggiring para pecandu tersebut kembali ke dalam ruangan. Kami pun beranjak keluar menuju tempat ibadah yang berada tak jauh dari ruang diskusi. Selama beribadah, tak henti-hentinya bibir ini berucap syukur atas kehidupan indah yang dimiliki. Seraya berujar untuk mengabdikan diri dalam memberikan kebaikan kepada orang-orang yang memerlukan uluran tangan. Sejak saat itu saya berazam akan siap sedia berbagi tanpa mempertimbangkan stigma dan diskriminasi. Saya pun aktif di berbagai kegiatan sosial bersama teman-teman yang memang peduli dan memiliki misi kemanusiaan seperti saya. Mulai dari menjadi mentor relawan bagi anak autis sampai tidak pernah absen mendonorkan darah untuk para pasien yang membutuhkannya. 

Mengapa saya melakukan ini??

Karena saya adalah bagian dari mereka, harapan mereka, dan titipan Tuhan untuk mereka. Inilah saya yang ingin bermanfaat bagi orang lain. Ibarat di mana ada kegiatan sosial di sana lah saya berada. 

Jadi bagi kamu yang memang merasa masih memiliki nilai-nilai kemanusiaan dan ingin berbagi kepada sesama, ayo mulai dari sekarang! Karena penundaan akan menjadi sesuatu yang sia-sia di kemudian hari. Mulai dari mencari info kegiatan sosial dan perbanyak tanya ke sana ke mari akan mempermudah kamu menyalurkan jiwa sosialmu kepada sesama. So, Let’s we action together!

Domisili: Bogor-Jawa Barat