Minggu, 26 Februari 2012

Stand Up!

Emm...hampir punah rasa menulisku ini. Setelah lulus dari bangku kuliah, praktis kehidupan kampus perlahan aku tinggalkan. Ada kebahagiaan sekaligus kesedihan yang  dirasa. Bahagia karena telah berhasil menempuh masa kuliah hingga selesai dengan baik dan bisa berkumpul kembali dengan keluargaku di Bekasi. Sedih karena harus meninggalkan segala kenangan suka dan duka bersama teman-teman, dosen, dan segala yang pernah menjadi bagian dalam kehidupan perkuliahanku selama 4 tahun.

Dulu saat menyandang status mahasiswa, ingin rasanya masa kuliah itu terlampaui. Memakai baju toga, menjadi kebanggaan tersendiri yang selalu dinantikan. Tapi kenyataannya berbeda. Saat waktu itu tiba memang begitu indah, namun hanya sesaat kurasa. Setelahnya, masa-masa kuliah dulu bertumpuk-tumpuk makin tinggi kurindukan. Masa dimana seluruh aktivitas yang membuat aku capek setengah mati, pusing setengah pingsan ter-playback. Ingin sekali merasakan hal itu lagi.

Sempat terlintas, mungkin ga ya aku bisa kembali ke kampus dan melakukan aktivitas semasa dulu meskipun hanya sesaat...

Alhamdulillah kesempatan itu datang. ALLOH selalu sayang padaku dan memberikan aku kesempatan untuk merasakan euforia saat menjadi mahasiswa. Teman baikku,mengajakku untuk ikut seminar yang diselenggarakan oleh sebuah yayasan pendidikan di kampus. Yang menjadi daya tarik seminar itu, selain gratis juga menghadirkan pembicara yang TOP BGT. Empat pembicara yang super hebat dijadwalkan akan menyampaikan pengalaman dan petuahnya di hari itu.

Mengikuti seminar yang bertemakan "Pemuda dan Kepemimpinan" itu, memprovokasi jiwa mahasiswaku kembali. Pak Kemal (Anggota Komisi XI DPR RI) yang saat itu mendapat urutan pertama di sesi awal seminar berkesempatan untuk bercerita tentang pengalaman hidupnya serta berbagi tips mengenai keberhasilannya saat ini. Latar belakang pendidikannya nyaris sama dengan apa yang aku jalani. Beliau merupakan lulusan IPA saat SMA dulu. Namun ternyata, saat kuliah beliau menekuni bidang Psikologi hingga akhirnya menjadi Sarjana Psikologi. Lulus kuliah, beliau melanjutkan jenjang pendidikan untuk gelar Master di Bussiness Manager Boston. Setelah lulus S2, beliau memutuskan untuk terjun ke dunia politik bersama Pak Sohibul Iman, yang juga pada saat itu menjadi pembicara.

Sama halnya dengan Pak Kemal, Pak Iman (panggilan Pak Sohibul Iman), memiliki latar pendidikan yang berbeda-beda dalam perjalanannya. Sempat mengenyam pendidikan di IPB selama 3 semester, saat itu ada tawaran dari program beasiswanya Pak Habibie yang memberikan kesempatan sekolah ke Jepang bagi Putra terbaik Indonesia dan atas ajakan seorang teman Pak Iman mencoba peruntungan itu. alhasil, beliau berhasil lolos dan siap diberangkatkan ke Jepang, sedangkan teman yang mengajaknya justru tidak lolos program tersebut. Di Jepang beliau menyelesaikan hingga jenjang S3 hingga menyabet gelar M. Eng. Namun, karir yang beliau pilih adalah menjadi politisi hingga saat ini.

Cerita dua tokoh inspiratif di atas menyadarkan saya, bahwa meskipun kita berkarir di dunia yang berbeda dengan dunia pendidikan yang telah kita kenyam. Itu bukanlah masalah, karena apa?

Manusia itu perlu berkembang, dengan itu maka akan membuat wawasan dan pemikiran manusia semakin luas. Meskipun berbeda, fokus dan komitmen harus terus ditanamkan pada bidang baru yang ditempuh, karena itulah kunci suksesnya. Kembangkan sayap kita di jalur yang lain, baca detail celah lain itu yang bisa kita manfaatkan sesuai dengan kompetensi kita.

Jangan kuatir akan 'ketersesatan' kita itu. Karena kata Pak Kemal dan Pak Iman, orang yang bekerja sesaui dengan latar belakang pendidikannya itu masih banyak dibandingkan dengan orang-orang yang melenceng dari jalur pendidikan mereka terdahulu. Biarlah orang-orang yang banyak itu yang bekerja di sektornya dan kita yang melenceng bekerja di sektor lainnya. Hidup ini terus berlanjut, biar melenceng lakukan perubahan dari saat ini juga.

Aaaahhh...lega rasanya mendapat pencerahan saat itu. Memang, kala itu ada pergolakan hati dan kesedihan yang merundung jiwaku. Namun, segera hilang setelah mendengar pemaparan dua orang yang super itu.

Pada sesi kedua, pembicara hebat lainnya dihadirkan. Kali ini mantan mentri kesehatan Ibu Siti Fadilah Supari. Melihat beliau secara langsung begitu berbeda dengan beliau saat di televisi. Beliau terlihat lebih muda namun lebih kurus. Aku berkesimpulan mungkin karena beliau begitu sibuk memikirkan negara, sampai-sampai beliau lupa memikirkan dirinya. Tapi bagiku beliau masih terlihat cantik.

Cara beliau berbicara benar-benar kharismatik. Inilah sosok yang memang pantas menjadi seorang menteri, tidak hanya pintar tapi cerdas, religius, dan humanis. Di sela-sela pemaparannya tidak sedikit beliau selalu mengaitkan urusan duniawi dengan Sang Pencipta, selalu menekankan untuk mengembalikan segala urusan pada yang Maha Pencipta. Terkadang beliau juga menyisipkan kalimat humoris yang membuat para peserta seminar tertawa.

Dari situlah aku mengenal sosok Siti Fadilah Supari sebagai sosok yang benar-benar berani dan frontal. Tidak pernah gentar akan gempuran yang datang dari berbagai arah. Beliau mengakui kekontroversialannya secara terang-terangan karena itulah dirinya. Siti Fadilah Supari, wanita tegar yang tidak pernah berubah meskipun kala itu kedudukannya sebagai mentri.

Saat itu aku bertekad untuk mengenalnya lebih jauh melalui buku yang beliau tulis. Aku pun memberanikan diri mengangkat tangan mengajukan pertanyaan. Alhamdulillah, ternyata ALLOH mengizinkan aku mengenal Ibu Fadilah lebih dekat, aku pun ditunjuk sebagai penanya terpilih dan berhak mendapatkan buku beliau secara gratis..Asyik kan :)

Sekarang buku itu sedang dibaca oleh temanku yang mengajakku untuk ikut ke seminar itu. Dengan senang hati aku meminjamkannya. Biarlah temanku itu yang 'merawani' buku Ibu Fadilah, sebagai ucapan terima kasihku karena telah mengajakku ke tempat yang luar biasa mampu mengisi baterai semangatku itu. Selamat mambaca ya, Sob!

Sebenarnya ada satu pembicara lagi yang super, Bapak Joko 'Jokowi' Widodo. Itu lho yang terkenal dengan mobil ESEMKA. Walikota Surakarta itu berhalangan hadir karena ada jadwal siaran langsung di salah satu stasiun TV swasta. Padahal Bapak Jokowi sudah menjadi idola temanku itu untuk hadir di seminat tersebut. Pupus deh harapan temenku untuk melihat langsung Pak Jokowi. Tapi ternyata dia senang tuh, karena kekagumannya udah beralih ke Ibu Fadilah..he

Akhirnya..tapi aku tak mau ini berakhir, aku bisa menulis lagi melalui cerita ini. Cerita yang ingin aku bagi ke semua orang karena di dalamnya berisi tentang ketersihiranku dengan para orang-orang hebat di atas hingga aku mampu kembali menarikan jari jemariku di atas notebook kesayanganku ini.

Terima kasih Ya ALLOH. Engkau telah mengirimkan mereka dalam mengembalikan semangat hidupku untuk terus memikirkan negara ini dan terus mengembangkan diri sampai ketidakberdayaanku nanti datang.

Bismillah aku mulai Jihadku ini.
Semoga menginspirasi ^^