Kemunculan sebuah penyakit baru 52 tahun silam di
Afrika yang sampai saat ini belum ditemukan obatnya (baru-baru ini terdapat
temuan mengenai obat penyakit tersebut), membuat para ahli kesehatan melakukan
berbagai riset mengenai penyakit itu. Acquired
Immunodeficiency Syndrome, lebih dikenal dengan AIDS merupakan penyakit yang
menjangkiti sel-sel sistem kekebalan tubuh manusia (terutama CD4 positif T-sel
dan macrophages– komponen-komponen utama sistem kekebalan sel), dan
menghancurkan atau mengganggu fungsinya. Penyakit ini disebabkan oleh virus
bernama Human Immunodeficiency Virus.
Sehingga banyak yang menyebutnya sebagai HIV/AIDS.
Namun menurut Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Indonesia
menyebutkan bahwa istilah HIV digunakan bagi mereka yang belum mengalami tahap
lanjut dan menimbulkan gejala-gejala untuk AIDS. Jadi, bila HIV tidak diobati
maka akan menunjukkan tanda-tanda infeksi AIDS. Berdasarkan sejarah, masuknya
HIV/AIDS ke Indonesia dimulai pada tahun 1987. Saat itu merupakan kasus pertama
HIV di negara tersebut. Sudah hampir 25 tahun masyarakat Indonesia memerangi
HIV/AIDS. Berbagai upaya dilakukan dalam rangka mencegah dan menanggulangi
serta memberikan edukasi tentang HIV/AIDS. Komisi Penanggulangan AIDS (KPA),
menjadi pelopor sekaligus lembaga resmi pemerintah Indonesia yang menangani
masalah penyakit tersebut.
Entah karena banyak dari masyarakat yang sadar
akan pentingnya tindakan kemanusiaan atau hanya ingin mencapai kepentingan
tertentu, lembaga-lembaga sosial hasil produk di luar pemerintahan (LSM)
semakin menjamur. Namun, tak jarang dari lembaga-lembaga tersebut hanya kedok
belaka tanpa semata bertujuan untuk menolong. Fenomena lainnya, banyak juga
dari lembaga-lembaga sosial yang memang sudah terdaftar dan memiliki izin beroperasi
tetapi dalam kondisi antara hidup dan mati. Suntikan dana yang minim membuat
lembaga tersebut kurang mampu mengoptimalkan kinerjanya.
Padahal dengan adanya lembaga ini mampu menjadi
wadah bagi para pekerja sosial yang masih peduli terhadap kemanusiaan,
khususnya peduli kepada penderita/Odha HIV/AIDS. Bagi saya sendiri, kerja
sosial merupakan hasil akumulasi antara batin, jiwa dan perasaan saya dalam
menangkap fenomena sosial. Selanjutnya, otak akan mencerna itu apakah menjadi
sesuatu yang perlu disentuh dengan nurani atau sebaliknya. Aksi terakhir dari
kinerja otak adalah menerjemahkannya dalam kegiatan yang mampu memperlakukan
manusia seperti manusia. “Orang sukses adalah orang yang dapat bermanfaat bagi
orang lain”, kalimat itu yang selalu saya pegang dalam menjalani hidup ini.
Mengapa?
Manusia, pada dasarnya adalah makhluk sosial. Ia
membutuhkan orang lain dalam berbagai aktifitasnya sehari-hari. Adapun di
masa-masa tertentu, manusia dapat bekerja sendiri. Namun, saya beranggapan itu
pun merupakan dampak tidak langsung dari interaksi antara sesama manusia
sebelumnya. Sehingga memang tidak dipungkiri kewajiban untuk menolong sesama.
Tuhan menciptakan segala sesuatunya berpasangan, begitu pula manusia dan
kehidupannya. Terdapat dua golongan manusia, manusia yang beruntung dan manusia
yang belum beruntung. Manusia yang beruntung bisa memiliki kelebihan tertentu,
umumnya dapat dilihat secara fisik. Sementara itu, manusia yang belum beruntung
lebih terlihat memiliki kekurangan. Di sinilah mereka saling mengisi, antara
yang beruntung dan yang belum beruntung. Ibarat kunci dan anak gembok yang
saling melengkapi satu sama lain. Saya mencoba untuk memberikan sebagian
keberuntungan yang dimiliki kepada orang lain meskipun saya merasa bukan orang
yang selalu beruntung. Kehidupan kampus membuat saya menjadi individu yang
senang berbagi. Banyak kegiatan kemanusiaan yang diselenggarakan oleh almamater
tercinta, Institut Pertanian Bogor (IPB), tempat saya menemukan harta untuk
berbagi dengan sesama.
Cerita kemanusiaan saya berawal dari kunjungan ke
Badan Narkotika Nasional (BNN) pada tahun 2008. Hadiah yang mampu mengubah
pandangan saya sebagai individu muda yang masih labil. Kala itu, saya
memutuskan untuk ikut bersama teman menjadi panitia acara tahunan Seminar Anti
Narkoba sebagai tim Dana Usaha. Tugasnya adalah menghimpun dana kegiatan dari
berbagai sumber yang dapat dipertanggung jawabkan. Bisa dibilang acara tersebut
terselenggara dengan lancar dan sukses sehingga tersedia hadiah bagi panitia
yang terlibat. Kami pun diberikan kesempatan untuk berkunjung ke BNN yang
lokasinya dekat dengan Kampus IPB Darmaga (Lokasi BNN di Lido, Sukabumi).
Sesampai di sana rombongan kami langsung dihadapkan
dengan para mantan pecandu yang sedang mendapatkan rehabilitasi di BNN. Ada 1
orang mantan pecandu yang terinfeksi HIV dari 4 orang yang dihadirkan. Darinya,
kisah pahit terurai. Kisah yang bagi saya sangat disayangkan terjadi pada gadis
sebelia dia, AL (20). Di balik penampilan lugunya, ternyata banyak masalah yang
menekan jiwanya hingga harus memakai produk haram itu dan akhirnya mengizinkan
virus HIV menggerogoti tubuhnya.
Awalnya saat rombongan kami mengetahui AL
menderita HIV, ada perasaan khawatir yang tiba-tiba menyusup dan menjalari
tubuh kami. Alih-alih menjauh karena takut tertular, kami semakin larut dalam
cerita AL dan berempati akan penyakitnya. Setelah petugas BNN menjelaskan
risiko tertular HIV melalui berbagai cara berikut dengan mitos HIV, akhirnya
kami paham tidak ada penularan melalui udara dan sentuhan. Rasa canggung yang
semula mengendalikan kami (dan AL juga) saat berkomunikasi dengan AL, hilang
seketika.
Badan Narkotika
Nasional merupakan pusat rehabilitasi para pecandu narkoba yang rentan terhadap
penyakit infeksi sehingga dalam perjalanannya BNN, begitu singkatannya, bekerja
sama dengan Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) dalam mengatasi masalah HIV/AIDS
para mantan pecandu narkoba. Kasus HIV/AIDS sering dikorelasikan dengan
narkoba, apalagi bagi mereka yang menggunakan jarum suntuk narkoba. Di
Indonesia, kasus HIV/AIDS yang disebabkan karena penggunaan jarum suntik
narkoba pada periode 2003-2006 dilaporkan meningkat menjadi 26.26%.
Mengutip dari
data Kementrian Kesehatan, jumlah pengguna obat-obat terlarang di Indonesia
terus meningkat terutama di kalangan remaja dan kelompok dewasa muda. Walaupun sebagian
besar dari sekitar 1.3 – 2 juta pengguna NAPZA tidak menggunakan heroin atau
suntikan, namun sebagian kecil melakukannya. Menurut estimasi Kemenkes pada
tahun 2006 terdapat antara 191.000 sampai 248.000 penasun (pengguna napza
suntikan) di Indonesia. Badan Narkotika Nasional (BNN) menunjuk kepada angka
508.000 pada tahun yang sama. Penasun masih terkonsentrasi di daerah perkotaan
di Jawa dan kota-kota provinsi di luar Jawa. Hal ini sangat mengkhawatirkan
karena penularan HIV di subpopulasi ini tinggi dan terus meningkat. Masalah
menjadi semakin sulit sebelumnya karena ketidakpedulian akan bahaya tertular
seperti ditunjukkan hasil survei perilaku tahun 2002 sekitar dua per tiga
penasun yang menyatakan bahwa mereka tidak memiliki risiko terinfeksi juga
menyatakan bahwa mereka telah menggunakan peralatan secara bersama-sama dalam
minggu pada survei yang sama.
Tak terasa jarum pendek dan panjang di jam tangan
saya telah berhimpit menunjukkan jam 12.00 WIB. Tanda berakhirnya diskusi kami
dengan para pecandu narkoba. Petugas keamanan BNN menggiring para pecandu
tersebut kembali ke dalam ruangan. Kami pun beranjak keluar menuju tempat
ibadah yang berada tak jauh dari ruang diskusi. Selama beribadah, tak
henti-hentinya bibir ini berucap syukur atas kehidupan indah yang dimiliki.
Seraya berujar untuk mengabdikan diri dalam memberikan kebaikan kepada
orang-orang yang memerlukan uluran tangan. Sejak saat itu saya berazam akan
siap sedia berbagi tanpa mempertimbangkan stigma dan diskriminasi. Saya pun
aktif di berbagai kegiatan sosial bersama teman-teman yang memang peduli dan
memiliki misi kemanusiaan seperti saya. Mulai dari menjadi mentor relawan bagi
anak autis sampai tidak pernah absen mendonorkan darah untuk para pasien yang
membutuhkannya.
Mengapa saya melakukan ini??
Karena saya adalah bagian dari mereka, harapan
mereka, dan titipan Tuhan untuk mereka. Inilah saya yang ingin bermanfaat bagi
orang lain. Ibarat di mana ada kegiatan sosial di sana lah saya berada.
Jadi bagi kamu yang memang merasa masih memiliki
nilai-nilai kemanusiaan dan ingin berbagi kepada sesama, ayo mulai dari
sekarang! Karena penundaan akan menjadi sesuatu yang sia-sia di kemudian hari. Mulai
dari mencari info kegiatan sosial dan perbanyak tanya ke sana ke mari akan
mempermudah kamu menyalurkan jiwa sosialmu kepada sesama. So, Let’s we action together!
Domisili: Bogor-Jawa Barat
Domisili: Bogor-Jawa Barat