Rabu, 01 Juni 2011

Telur Setengah Matang Penambah Stamina???


"Ah...nikmatnya minum jamu pake telur bebek setengah matang..manyos rasanya."

grrgrr....

Sebagian orang pasti suka/pernah mengkonsumsi telur setengah matang sebagai tambahan saat mengkonsumsi jamu. Katanya agar badan lebih bertenaga dan stamina meningkat. Benar tidak ya telur setengah matang itu baik untuk kesehatan???

Pada artikel saya kali ini akan membahas tentang telur, baik dari kandungannya maupun macam-macam olahan telur. Biar tambah jelas dan paham, yuk check this out!
        Telur merupakan produk pangan hewani yang berasal dari unggas. Selain dagingnya, unggas juga menyumbangkan protein yang nilainya tinggi melalui telur. Telur yang dihasilkan unggas bermacam-macam, baik itu telur ayam, telur puyuh, telur bebek, maupun telur itik/entok. Telur merupakan sumber pangan hewani yang dapat dijangkau oleh masyarakat sehingga dapat dikatakan telur sebagai sumber protein hewani yang bernilai ekonomis. Kandungan gizi terutama protein jauh lebih tinggi dibandingkan produk pangan hewani lainnya.
Sebuah penelitian tentang manfaat protein telur yang mampu mencegah dan mengobati hipertensi pernah dilakukan. Penelitian tersebut dilakukan oleh Miguel dan Aleixandre (2006) yang membuat beberapa ACE-inhibitor peptida yang diperoleh dari hidrolisat asam-asam amino pada telur (Tyr-Arg-Glu-Glu-Arg-Tyr-Pro-Ile-Leu-Arg-Ala-Asp-His-Pro-Phe-Leu, dan Ile-Val-Phe) yang diujikan kepada tikus hipertensi. Hasilnya berhubungan terhadap penurunan tekanan darah pada tikus yang hipertensi.
Telur pada dasarnya adalah bakal calon individu baru yang dihasilkan dari individu betina. Bila terjadi pembuahan maka telur akan berkembang menjadi embrio dan selanjutnya terbentuk individu baru setelah lahir atau menetas. Istilah telur merujuk pada sel telur yang berkembang pada saluran reproduksi aves betina. Karena komposisi telur merupakan zat nutrisi yang edibel maka selanjutnya telur diproduksi untuk konsumsi manusia. Bahkan telah lama berkembang teknologi peternakan (terutama rekayasa genetika dan nutrisi) yang menghasilkan ayam yang hanya bertelur dan selanjutnya menjadi industri telur (Suharyanto 2009). Saat ini konsumsi untuk komoditi telur Indonesia mencapai 5.5 kg/kapita/tahun (Darajati 2009). Konsumsi tersebut mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya yaitu rata-rata sebesar 4.6 persen/tahun. Kondisi yang demikian dapat menjadi peluang usaha bagi peternak unggas di Indonesia.
Telur yang biasa dikonsumsi saat ini berasal dari ayam-ayam yang ”diciptakan” khusus untuk selalu bertelur yang disebut dengan ayam ras petelur. Namun demikian jenis ayam ataupun unggas lainnya juga bisa menghasilkan telur baik yang dibuahi maupun yang tidak dan dijadikan bahan makanan bagi manusia dengan tingkat kualitas yang relatif sama. Telur juga memiliki karakteristik sebagaimana bahan makan lainnya. Telur relatif lebih tahan lama pada kondisi penyimpanan suhu kamar karena telur memiliki kulit yang mampu melindungi isinya. Meskipun memiliki kulit, telur tidak bisa diperlakukan secara sembarangan karena a) kulit telur tidak sekuat dan seliat kulit buah-buahan, b) kulit telur tipis dan rigit sehingga mudah retak dan pecah, c) kulit telur memiliki pori-pori sehingga mudah terjadi pertukaran udara dan ini membutuhkan kondisi penyimpanan dengan kelembaban dan temperatur tertentu, dan d) bentuk telur yang tidak seragam sehingga menyulitkan dalam sistem penanganan mekanis secara terus menerus (Suharyanto 2009).
            Telur bebek di negara-negara Barat tidak diperdagangkan dan dikonsumsi. Hal ini dikarenakan telur bebek mudah terkontaminasi bakteri Salmonella thypii penyebab penyakit tifoid (tifus) dibandingkan dengan telur ayam. Meskipun telur bebek sedikit lebih besar dari telur ayam akan tetapi kandungan gizinya tidak berbeda jauh, kecuali mungkin kandungan lemaknya yang lebih banyak pada telur bebek. Bagian putih telur adalah 58persen dari berat seluruh telur, tetapi sebagian besar zat gizi dan vitamin terdapat di bagian merah telur (Sediaoetomo 1996).
            Teknik konsumsi telur di Indonesia dapat dilakukan dengan berbagai cara. Pengolahan makanan yang berasal dari telur banyak ragam dan jenisnya. Namun ada pula sebagian masyarakat yang mengkonsumsi telur tanpa melalui proses pengolahan. Fenomena tersebut umumnya terjadi pada masyarakat yang gemar mengkonsumsi jamu. Telur ayam kampung (ayam buras) sering dijadikan tambahan bahan dalam mengkonsumsi jamu. Telur tersebut langsung dicampur dengan jamu tanpa melalui proses pengolahan. Hal tersebut tidak baik dilakukan karena dapat mengganggu penyerapan vitamin di dalam tubuh.
            Telur yang mentah tidak baik dikonsumsi karena mengandung beberapa komponen berbahaya (Anonim 2011) seperti:
1.    Mengandung Avidin.
Avidin merupakan protein di dalam telur yang memiliki karakteristik menghambat penyerapan biotin. Avidin banyak terkandung pada putih telur. Zat avidin dapat juga diartikan sebagai “albumin yang lapar” yang bagi embrio ayam berfungsi sebagai pembunuh bakteri perusak (toxic) dari luar, dan juga berfungsi sebagai pelindung unsur-unsur gizi lain di dalam telur. Zat Avidin juga dapat menyebabkan gejala kebotakan, dan penyakit dermatitis (Exsim = kelainan kulit seperti kulit tampak meradang dan iritasi). Jadi jika makan telur kemudian gatal-gatal, ada kemungkinan telur yang dimakan itu belum matang atau hanya setengah matang.
Zat avidin dalam telur dapat dihilangkan dengan cara memanaskan telur pada suhu 18 derajat Celsius selama 5 menit, kecuali untuk telur yang telah mengalami fermentasi, seperti telur “1.000 tahun” dari Cina, yang memerlukan waktu pemanasan 18 kali lebih lama.


2.    Mengandung Bakteri (Terutama Bakteri Salmonela)
Salmonela adalah suatu bakteri yang dapat menimbulkan keracunan (Salmonella food poisoning), dapat menyebabkan tifus dan disentri, dengan gejala-gejala seperti mual, muntah, sakit perut, sakit kepala, kedinginan, demam, dan diare. Bakteri ini dapat menyusup ke dalam telur sewaktu telur masih dalam “kandungan”, namun yang paling sering apabila kebersihan kandang dan lingkungan kurang diperhatikan. Telur mentah atau telur setengah matang, yang biasanya terkandung dalam home-made mayonnaise, fla, beberapa dessert seperti chocolate mousse, tiramisu atau ice cream.
Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA) mengharuskan melakukan pemanasan (pasteurisasi) minimal selama 3.5 menit pada suhu 56.7 derajat Celsius atau 6.2 menit pada suhu 55.5 derajat Celsius untuk putih telur dan 6.2 menit pada suhu 60 derajat Celsius untuk telur utuh. Hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya keracunan Salmonella.
3.                  3.  Mengandung Ovomukoid
Ovomukoid merupakan protein pada telur yang memiliki aktivitas antitripsin. Zat ovomukoid dapat menyebabkan manifestasi kulit (urtikaria, gatal, merah, bengkak, papula, vesikula) dan manifestasi saluran pernapasan (batuk). Tidak memberikan putih telur pada bayi dan anak terutama yang memiliki potensi alergi (intrinsic allergic potency), apalagi dalam keadaan mentah. Membiasakan memakan telur yang telah matang dapat mencegah timbulnya gangguan kesehatan akibat zat ini. Pemanasan pada suhu 80 derajat Celsius selama 30 menit, sekitar 90 persen aktivitas ovomukoid dapat dihancurkan sedangkan pada pemanasan dengan suhu 90 derajat Celsius selama 15 menit, seluruh kekuatannya akan hilang.
4.    Mengandung Melamin
Melamin merupakan bahan yang biasa digunakan di antaranya untuk memproduksi plastik, pupuk, dan cat. Bahan tersebut diduga masuk ke dalam telur lewat pakan yang diberikan kepada ayam. Beberapa pakar kesehatan mengatakan, dengan kadar yang sangat kecil, melamin sebetulnya tidak menimbulkan potensi bahaya. Namun, dengan kadar sebanyak itu, unsur ini mampu menimbulkan batu ginjal hingga gagal ginjal.
Pasalnya, hingga saat ini belum ditemukan cara untuk menetralisasi melamin dalam telur, maka langkah yang paling tepat guna menghindarinya adalah dengan tidak mengonsumsi telur yang mengandung melamin, baik yang sudah matang, setengah matang, apalagi mentah.
Olahan Telur
Beberapa olahan telur yang biasa dikonsumsi masyarakat adalah:
a.   Telur Asin
Prinsipnya adalah dengan membungkus atau merendam material adonan yang asin selama waktu tertentu. Bahan yang biasa digunakan adalah serbuk batu bata merah dan garam serta ditambahkan sedikit air hangat. Perbandingan antara serbuk batu bata merah dengan garam adalah 10:50 s.d. 50:50. Penambahan air hangat kemudian diaduk-aduk hingga merata dan terbentuk semacam pasta. Telur yang telah dibersihkan kemudian dibenamkan atau dibungkus dengan pasta serbuk batu bata selama 2 minggu.
b.   Pindang Telur
Telur direbus dalam air garam dengan perbandingan garam dan air adalah 1:10 s.d. 10:10. Perebusan dilakukan hingga mendidih. Daya simpan pindang telur sekitar 5 hari.
c.   Acar Telur
Telur dimasak terlebih dahulu kemudian dikupas, lalu direndam dalam larutan asam cuka dengan konsentrasi 1.2 – 6 persen.
d.   Telur Asap
Pengasapan telur dilakukan secepat mungkin setelah telur selesai direbus atau kukus. Bisa juga telur asin diasap. Bahan pembuat asap bisa serabut kelapa atau kayu jati. Pengasapan dilakukan hingga kulit telur berubah menjadi coklat manggis atau hingga hitam.
e.   Bubuk Telur
Prinsipnya adalah mengeringkan telur hingga airnya hilang sebanyak mungkin. Pengeringan dapat dilakukan dengan metode penyemprotan (spray drying) dan silindris (drum drying). Macam bubuk telur ada tiga yaitu bubuk putih telur, bubuk kuning telur dan bubuk telur utuh. Pembuatan bubuk putih telur dilakukan dengan pengeringan silindris. Mula-mula putih telur difermentasi supaya mempertahankan warna saat proses pengeringan dan sifat kelarutannya serta membantu daya buih putih telur. Fermentasi ini menyebabkan kekentalan putih telur menurun sehingga memudahkan dalam penanganan.
Fermentasi dilakukan pada suhu 20 derajat Celcius selama 36-60 jam atau suhu 23-29.4 derajat Celcius selama 12 jam. Bakteri yang dapat digunakan untuk fermentasi adalah kelompok Aerobacter atau Escherechia. Bisa juga menggunakan ragi roti sebanyak 0.025 persen. Sebelum digunakan ragi roti dilarutkan dahulu dalam air suling dengan perbandingan 1:3 dari berat bahan. Selama fermentasi terjadi pemisahan lapisan putih telur. Lapisan bagian atas yang diambil untuk kemudian dikeringkan. Lapisan atas ini banyak mengandung ovomucin dan glikoprotein sehingga bersifat gelatinous. Pengeringan putih telur dilakukan pada suhu 50-60 derajat Celcius. Pembuatan bubuk kuning telur dilakukan dengan memanaskan kuning telur terlebih dahulu pada suhu 70 derajat Celcius. Kemudian disemprotkan melalui sebuah ”nozzle” dengan tekanan 3000 psi ke dalam ruang panas bersuhu di atas 160 derajat Celcius. Proses pembuatan bubuk telur utuh sama dengan bubuk kuning telur.
f.    Telur Beku
Mula-mula telur dipecah, kemudian dimasukkan ke dalam wadah khusus dalam ruang bersuhu 18 derajat Celcius dan 21 derajat Celcius selama 72 jam. Kemudian pembekuan dipercepat dengan menurunkan suhunya. Suhu pembekuan yang biasa digunakan antara minus 23.3 dan 28.9 derajat Celcius. Beberapa cara juga dilakukan dengan mengocok telur hingga merata kemudian dibekukan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tinggalkan komentar ya di sini, terima kasih.